Game Online Hingga Prostitusi, Bencana Sosial Di Tengah Pandemi Covid-19

Game Online hingga Prostitusi, Bencana Sosial di Tengah Pandemi Covid-19

Aristora, Ketua Dewan Pendidikan Daerah (MPD) Ashe Barat, mengatakan kepada Serambinews.com, Rabu (25 November 2020), bencana sosial akibat pandemi Kovid-19 membahayakan moral generasi muda.

Alasannya, penerapan pembelajaran online atau online tidak terlalu efektif. Yang terjadi adalah para siswa menyalahgunakan ponselnya untuk bermain game dan judi online.

Dampak dari kondisi ini dipicu dan berujung pada kasus pencurian karena pemain membutuhkan uang untuk membeli chip.

Bencana sosial lain yang terjadi selama pandemi ini adalah prostitusi online, selain perjudian online yang akhirnya berujung pada pencurian, terutama di kalangan anak-anak, ”jelas Irsadi.

Sehingga ia berharap agar para orang tua mengawasi anaknya agar tidak ada yang melakukan hal-hal buruk yang dapat merusak akhlaknya.

“Pengaruh ponsel juga sangat berbahaya karena tidak hanya belajar tapi juga main game dan takut membuka situs terlarang,” ujarnya.

Ia mengatakan, usia SMP dan SMA yang masih di bawah umur tentunya merusak semangat juang mereka jika melihat hal-hal yang tidak sesuai. Apalagi di tingkat SD, jadi jangan izinkan diberi hp dulu,” ujarnya.

Selain itu, kata Irsyadi, regulasi yang nantinya akan diterapkan di sekolah merupakan upaya untuk menciptakan hal-hal yang positif, dan tentunya agar para siswa terselamatkan dari hal-hal buruk terkait masalah moral.

Prostitusi Online Tingkat Anak SMP

Di bagian lain, Ketua Dewan Pendidikan Daerah (MPD) Aceh Barat juga mengungkapkan fakta yang menggemparkan sekaligus menggemparkan.

Bagaimana tidak bisa mengatakan bahwa dalam status syariahnya ada praktek prostitusi online tingkat SMP di Meulaboh, Aceh Barat?

Keadaan ini membuat dunia pendidikan sedih karena para pelaku maksiat adalah pelajar. Mereka dijadikan “barang” oleh salah satu orang di Meulaboh.

Sayangnya, para orang tua pelacur online dan pihak sekolah hingga saat ini belum berani melaporkan masalah tersebut ke polisi, sehingga belum diketahui masyarakat luas.

Terkait hal tersebut, MPD Aceh Barat saat ini sedang menyusun draf rujukan untuk menjadi peraturan yang akan diterapkan di sekolah.

“Kami sudah tiga hari melakukan edukasi tentang kesiapsiagaan pandemi dan bencana sosial dengan melibatkan sejumlah organisasi terkait di wilayah kami,” kata Irsyadi Aristora, Ketua MPD Aceh Barat, kepada Serambinews.com, Rabu (25/11/2020) di sela-sela acara. . selama ‘penyuluhan pendidikan’ di kantor MPD di Meulaboh.

Dijelaskan Irsyadi, kegiatan ini diharapkan menghasilkan draf yang menjadi acuan peraturan daerah tentang pendidikan di daerah.

Akan melarang siswa membawa handphone (HP) ke sekolah, dan sejumlah barang lainnya yang akan kita usulkan kepada bupati untuk dibuatkan peraturan di sekolah untuk melindungi siswa dari kerugian moral,” dia menjelaskan.

Ia mengungkapkan, bencana sosial yang terjadi saat ini yang melibatkan korban prostitusi online disaksikan oleh sejumlah siswa sekolah menengah.

Keadaan ini sangat menyedihkan karena para siswa terjerumus ke dalam dunia yang kelam yang dapat merusak masa depan mereka.

Terungkapnya kasus siswa yang terlibat prostitusi online, kata Ketua MPD, dimulai dari video dan foto yang ditampilkan di grup media sosial.

Grup ini dirancang khusus untuk mereka yang menjalani prostitusi dan hanya mereka yang dapat melihat laki-laki dan menawarkan mereka stomper bagi mereka yang ingin siswa dimanfaatkan.

“Sangat menyedihkan mereka masih duduk di bangku SMP tapi terjebak dalam kenakalan remaja yang bisa merusak masa depan mereka sendiri,” kata Irsyadi.

Menurut Irsyadi, pihaknya telah menghimbau orang tua dan sekolah untuk melaporkan masalah tersebut ke polisi, namun hingga saat ini belum ada yang berani mengajukan pengaduan.

Ia mengatakan, pada November 2020, MPD mengetahui adanya kasus beberapa pelajar yang dimanfaatkan oleh seseorang dalam kasus prostitusi.

Dijelaskan Irsyadi, para mahasiswa, hasil dan informasinya, awalnya memiliki perkumpulan dan kelompok di media sosial.

Berdasarkan hal tersebut, mereka awalnya ditanya siapa yang berani telanjang dan siapa yang paling berani dan telanjang di media sosial grup untuk menghasilkan lebih banyak uang.

Berdasarkan hal tersebut, maka foto dan video diambil oleh pengelola grup, terutama yang telah bergabung dalam grup dan dapat melihatnya.

Sejak saat itu, siswa diundang untuk berhubungan seks dan mereka yang menolak diancam untuk membagikan video telanjang mereka dengan orang tua dan otoritas sekolah.

Karena takut, mereka akhirnya mengabulkan keinginan pria tersebut untuk menjalin hubungan pria-wanita, dan terbiasa melakukan tindakan terlarang yang akhirnya membuat ketagihan.

Terkait masalah ini, pihaknya berharap agar semua orang tua dan sekolah benar-benar mengawasi anaknya agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Artikel ini telah tayang di tribunnews.com